Senin, 07 Mei 2012

tugas metodologi penelitian


PROPOSAL PENELITIAN
Penggunaan Yoghurt Starter Dalam Pembuatan Mentega & Pengaruh nya Terhadap Kadar Lemak Serta Nilai Organoleptiknya
Oleh:
FERY ANGGRIAWAN
B1C 009 030
JURUSAN ILMU PRODUKSI TERNAK
PROGRAM STUDY TEKHNOLOGI PENGOLAHAN HASIL TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2011




PENDAHULUAN

Latar Belakang

          Susu adalah hasil perahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang dimakan atau dapat didunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau di tambah bahan-bahan lain. Ternak-ternak yang susunya digunakan sebagai bahan makanan adalah sapi perah, kerbau, unta, kambing perah( kambing etawa) dan domba.
            Telah banyak yang diusahakan oleh produsen susu yang telah diawetkan baik dalam bentuk susu murni yang di pasteurisasi dalam bentuk kalengan dan sebagainya dengan tujuan untuk memudahkan dalam pendistribusiannya pada masyarakat maupun penyimpanannya sehingga tahan lama. Untuk memperluas daya gunanya, susu dapat diproses menjadi produk-produk tertentu seperti mentega, keju, yoghurt, susu bubuk, susu kental manis dan es krim. 
            Mentega merupakan hasil olahan produk hewani yang berupa campuran dari lemak susu dan air, biasanya dengan garam dan penambahan zat pewarna dengan kadar lemak tidak  dikurangi dari 80%. Melalui proses yang disebut churning sehingga diperoleh suatu emulsi air dalam lemak. Proses pembuatannya meliputi sparasi, standarisasi, pasteurisasi, pemereman, pendinginan, churning, pencucian, penggaraman dan pengemasan. Jenis mentega dibedakan menjadi dua yaitu : mentega yang di peram rasa asin dan rasa tidak asin dan mentega yang tidak diperam rasa asin dan rasa tidak asin.
            Selain garam dapur, kedalam mentega juga ditambahkan vitamin, zat pewarna dan bahan pengawet ( misalnya sodium benzoat). Emulsi pada mentega merupakan campuran 18% air yang terdispersi pada 80% lemak, dengan jumlah kecil protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi ( Anonim, 2005).
            Dalam penelitian digunakan starter yoghurt komrsial. starter kultur yaitu susu segar atau susu murni yang telah di tumbuhi oleh bakteri-bakteri pembentuk asam, yang sengaja di tambahkkan dari luar ( Hadiwiyato, 1985 ) seddangkan kosikowski (1982) mendefinisikan bahwa stater kultur adalah biakan dari bakteri nonpatogen yang ditambah dalam susu atau whey, yang dapat menghasilkan sifat yang khas dari kualitas beberapa olahan susu. Dalam proses fermentasi susu, bakteri-bakteri yang dapat menghasilkan asam laktat dari laktosa yaitu streptococcus lactis, streptococcus dicetilactis, streptococcus cremoris, streptococcus duran, leuconostoc spp dan lactobacillus ssp. Jika produk fermentasi di harapkan mengandung asam laktat, maka starter culture yang digunakan harus mengandung bakteri streptococcus lactis. Bakteri-bakteri tersebut aktif pada suhu ruangan. Untuk menghasilkan asam laktat dalam kadar tinggi, biasanya digunakan starter culture dari bakteri lactobacillus bulgaricus.
            Mengingat belum banyak yang melakukan penelitian tentang mentega, maka peneliti ingin mencoba membuat mentega yang merupakan suatu upaya untuk mengolah susu agar tidak mudah rusak atau memperpanjang masa simpan dari susu. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Yoghurt Starter Dalam Pembuatan Mentega & Pengaruh nya Terhadap Kadar Lemak Serta Nilai Organoleptiknya .
Tujuan dan kegunaan penelitian
Tujuan penelitian
            Adapun tujuan penelitian ini yaitu:
1.    Untuk  memperpanjang masa simpan dari susu agar tidak mudah rusak sekaligus meningkatkan kualitasnya.
2.    Untuk mengetahui pengaruh pemberian yoghurt starter terhadap kadar lemak dan nilai organoleptik mentega.

kegunaan penellitian
1.    Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna sebagai data pelengkap dan data pembanding bagi peneliti-peneliti selanjutnya.
2.    Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi refrensi dalam proses pembuatan mentega.
3.    Penelitian ini diharapkan berguna bagi masyarakat, khususnya produsen susu tentang bagaimana caranya mengolah susu menjadi mentega yang berkualitas.




TINJAUAN PUSTAKA
STARTER CULTURE
            Starter culture yang digunakan dalam pembuatan yoghurt biasanya streptococcus thermophilus dan lactobacillus bulgaricus (Lampert, 1975). Langkah dalam pembuatan yoghurt adalah mempersiapkan bahan dasar yaitu susu penuh (susu segar) atau susu skim kemudian bias ditambahkan laktosa, sodium kaseinat atau bahan lain.
            Bakteri-bakter pembentuk asam yang banyak digunakan sebagai starter culture adalah bakteri-bakteri yang dapat menghasilkan asam laktat dari laktosa, yaitu streptococcus lactis streptococcus dicetilactis, streptococcus cremoris, streptococcus duran, leuconostoc spp dan lactobacillus spp.(kisworo, 2003)
Streptococcus thermophilus, streptococcus lactis, dan streptococcus cremoris semua ini bakteri gram positif, berbentuk bulat (coccus) yang terdapa sebagai rantai dan semuanya mempunyai nilai ekonomis penting dalam industry susu. Lactobacillus lactis, lactobacillus bulgaricus dan lain yang sejenis merupakan mikroorganisme atau bakteri yang berbentuk batang, gram positif dan sering membentuk pasangan dan rantai dari sel-selnya. Jenis ini umumnya lebih tahan terhadap keadaan asam dari pada jenis pediococcus dan streptococcus dan oleh karenanya menjadi lebih banyak terdapat pada tahapan terakhir dari fermentasi tipe asam  laktat (Buckle. Et. all, 1987).


Yoghurt
          Yoghurt adalah makanan dari susu yang telah mengalami proses fermentasi oleh bakteri asam laktat (BAL), sehingga kadar asmanya tinggi, sedikit atau tidak mengandung alcohol sama sekali, beberapa asam segar dan mempunyai tekstur antara susu cair dan keju lunak. Dalam pembuatan yoghurt tidak terbentuk alcohol bila hanya digunakan dua spesies mikroba saja, yaitu lactobacillus bulgaricus, dan streptococcus thermopillus karena dua bakteri tersebut tidak menghasilkan alcohol selama fermentasi. Yoghurt kadang-kadang mengandung sedikit alcohol, bila selama fermentasi mikrobia lain, baik sengaja ditambahkan untuk memperoleh cita rasa yang spesifik maupun sebagai kontaminan (Anonim,2004).
Mentega
            Hadiwiyoto (1983) mendefinisikan mentega sebagai suatu massa yang kompak berasal dari lemak susu yang dibuat dengan diproses semacam pengadukan yang disebut “churning”. Komponen terbanyak dalam mentega adalah lemak, kemudian air dan garam. Dasar pembuatan mentega adalah mengubah kedudukan globula lemak susu yang semula berupa emulsi lemak dalam air menjadi emulsi air dalam lemak. Wahyu astawan (1998) mendefinisikan mentega sebagai produk olahan susu yang bersifat plastis, diperoleh melalui proses pengocokan (churning) sejumlah krim. Mentega yang baik harus mengandung lemak minimal sebanyak 83%, air maksimal 16% dan protein maksimal 11%.
            Winarno (1993), mengatakan bahwa kata mentega selalu berkaitan dengan susu sapi, jadi mentega itu adalah produk minyak hewani bukan produk nabati. Inilah perbedaan mentega dan margarin. Margarine adalah produk tiruan kelapa sawit, minyak kedelai, jagung dan sebagainya. Mentega dibuat dari krim melalui proses agitasi yang disebut churning. Krim tersebut diaduk dan di kocok, sehingga menghancurkan membran yang menyelubungi butir-butir lemak. Terjadilah pemisahan dua fase, yaitu fase lemak yang terdiri atas lemak mentega dan fase air yang melarutkan berbagi zat-zat yang terdapat dalam susu.
            Menurut Standar Nasional Indonesia yang dikutip oleh (Anonim, 2005) mentega adalah produk makanan berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan lain yang diizinkan, serta memiliki minimal 80% lemak susu.
             Selain garam dapur, kedalam mentega juga ditambahkan vitamin, zat pewarna, dan bahan pengawet. Emulsi pada mentega merupakan campuran 18% air yang terdispersi pada 80% lemak, dengan sejumlah kecil protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi (Anonim, 2005).
            Lampert (1975) mengemukakan bahwa mentega adalah produk makanan yang dibuat semata-mata dari susu atau krim maupun kedunya, dengan atau tanpa menambahkan garam, dengan atau tanpa penambahan zat pewarna, dan mengandung tidak kurang dari 80% lemak susu.
            Jumlah mentega selalu lebih besar dari pada jumlah kadar lemak krim. Hal ini disebabkan terikatnya sejumlah air pada mentega dan kadar lemak krim disebut overun. Mentega yang baik apabila kadar airnya hanya 15%, jumlah bakteri tidak melebihi 105 sel/gram, jumlah khamir dan jamur tidak melebihi 100 sel/ gram. Untuk mentega asin kadar garam antara 1.5-2% saja (Soeweto hadiwiyoto, 1983).
UJI KADAR LEMAK SUSU
Kandungan lemak bervariasi antara 3-6 persen (berat basah) yang dalam susu berbentuk globula lemak yang bergaris tengah antara 1-20 mikron, biasanya dalam setiap mililiter susu mengandung kira-kira 3 milyar butiran lemak. Sekitar 98% - 99% lemak susu berbentuk trigliserida, yaitu tiga molekul asam lemak yang diesterifikasikan terhadap gliserol sedangkan lemak yang berbentuk digliserida dan monogliserida masing-masig terdapat sekitar 0,5% dan 0,04 %. Lebih lanjut dijelaskan bahwa lemak terdapat dalam 3 tempat, yaitu di dalan globula, pada membran material dan di dalam serum. Secara kuantitatif lemak tersusun oleh 98% - 99% trigliserida yang terdapat dalam globula lemak, 0,2% - 1,0% fosfolipida yang terdapat dalam membran material dan sebagian di dalam serum. Sisanya adalah sterol, yang kandungannya berkisar antara 0,25% - 0,40%. Butiran lemak cenderung memisah dan timbul pada permukaan yang merupakan suatu lapisan. Bagian lemak ini disebut krim dan cairan susu yang terdapat di bawahnya disebut skim. Bagian lemak tersebut dapat terpisah dengan mudah karena berat jenisnya kecil. Karena mempunyai luas permukaan yang sangat besar, maka reaksi-reaksi kimia mudah sekali terjadi dipermukaan perbatasan lemak dengan mediumnya. Uji kadar lemak menurut Gerber, mempunyai kegunaan untuk mengetahui apakah kandungan lemak susu masih ada dalam batasbatas yang diijinkan. Prinsip uji ini, asam sulfat pekat merombak dan melarutkan kasein dan protein lainnya, sehingga hilangnya bentuk dispersi lemak. Lemak menjadi cair oleh panas, dan amyl alkohol. Centrifugasi menyebabkan lemak terkumpul di bagian skala dari butyrometer (Hadiwiyoto, 1982).
PENGAMATAN ORGANOLEPTIK
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan (soewarno dan soekarto, 1981).
            Panca indera manusia yang terdiri dari alat penglihatan, pembau, pencicip, peraba, dan pendengar. Dalam hal penilai pangan maka indera penglihatan, pencicip dan pembau merupakan alat yang sangat penting. Menurut Winarno (1984), dalam penilaian mutu komoditas, cara yang masih dipakai ialah terutama dengan pengllihatan, tetapi untuk mengambil keputusan dari suatu penilaian maasih membutuhkan cara lain. Dengan melihat orang dapat mengenal dalam menilai bentuk, ukuran, sifat transparasi, kekruhan warna dab sifat-sifat permukaan seperti kasar, halus, kusam mengkilap, homogen, heterogen, dan datar maupun bergelombang.
            Selain dengan memanfaatkan indera penglihatan dalam penilaian mutu pangan juga diperlukan pencicip (taste) dari suatu produk. Menurut winarno (1984) manusia memiliki indera pencicip yang dapat membedakan empat rasa dasar yaitu : manis, pahit, asin, dan asam, pembauan juga pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum dilihat, hanya dengan mencium baunya dari jarak jauh. Indera pambau berfungsi untuk menilai bau-bau dari suatu produk atau komoditi baik pangan maupun non pangan.

PENGGARAMAN
Kisworo, et all (2003) menyatakan bahwa apabila dikehendaki mentega yang rasanya asin, barulah dilakukan penggaraman. Penggaraman dilakukan sebelum proses churning yang terakhir. Garam dilarutkan dalam air yang akan digunakan untuk pencucian terakhir.








HIPOTESIS
H0=
1        Diduga bahwa penambahan yoghurt starter tidak memberikan  pengaruh yang nyata pada kadar lemak dan nilai organoleptik mentega.
2        Di duga suhu pemeraman yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar lemak dan nilai organoleptik mentega.
3        Kombinasi penambahan yoghurt starter dan  suhu pemeraman yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar lemak dan nilai organoleptik mentega.










MATERI DAN METODE
Materi penelitian
A.   Bahan-bahan penellitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Susu sapi PFH sebanyak 30 liter yang diambil dari RPH banyumulek NTB
2.    Garam dapur (NaCl) sebagai bahan untuk penggaraman
3.    Yoghurt starter sebagai bahan untuk pemeraman mentega sebelum proses churning atau pengadukan terakhir.
B.   Alat-alat penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Batang pengaduk dari gelas 9 buah, untuk mengaduk susu
2.    Botol kaca kapasitas 1 liter untuk tempat susu
3.    Kompor/waterbath, sebagai alat untuk melakukan pasteurisasi atau pemansan
4.    Thermometer untuk mengukur suhu
5.    Lemari pendingin (kulkas) sebagai tempat untuk mendinginkan krim susu
6.    Separator untuk memisahkan krim dalam susu
7.    pH meter untuk mengukur pH krim susu dan pH starter yoghurt
8.    Timbangan analitik dengan kepekaan 0.1 gram unutk menimbang mentega
9.    Incubator sebagai tempat pembiakan krim susu dan starter yoghurt yang akan diamati
10. Gelas ukur dan pipet volume masinng-masing 9 buah
11. Toples yang digunakan untuk pengocokan (churning).
Variable yang diamati
            Selama penelitian berlangsung, diamati beberapa variabel yaitu berat mentega dalam bentuk gram, kadar lemak mentega, kualitas (tekstur), warna, bau, rasa dan penerimaan. Untuk yang terakhir ini dilakukan pengamatan secara organoleptik dengan 27 panelis tidak terlatih. Macam panel yang tidak hanya personil laboratorium saja tetapi dapat pula mahasiswa yang lain (Soekarno, 1985).
            Untuk mengetahui hasil atau pengaruh penambahan yogurt starter dan lama pemeraman terhadap kualitas organoleptik mentega maka variabel yang akan diamati penentuan jenjang/skornya seperti pada table di bawah ini.
            Table 1. jenjang/skor pada masing-masing variabel yang diamati
No
Tekstur
Skor
Bau
Skor
Warna
Skor
Rasa
Skor
Penerimaan panelis
Skor
1
Sangat kasar
1
Sangat tengik
1
Sangat putih pucat
1
Sangat tidak enak
1
Sangat
tidak suka
1
2
Kasar
2
tengik
2
Putih pucat
2
Cukup enak
2
Tidak suka
2
3
Agak kasar
3
Agak tengik
3
Agak putih
3
Agak enak
3
Agak suka
3
4
Lembut
4
sedap
4
Putih
4
Enak
4
Suka
4
5
Sangat lembut
5
Sangat sedap
5
Kuning mentega
5
Sangat enak
5

Sangat suka
5



Tahap Pembuatan Mentega
1.    Susu sebnyak 20 liter dimasukan kedalam waterbath untuk dipasteurisasi pada suhu 75°C-80°C selama 15 menit, setelah itu di diamkan hingga suhunya turun mencapai 38°C
2.    Susu yang sudah di pasteurisasi dimasukan kedalam krim separator untuk memisahkan susu skim dan krimnya, setelah itu krim dikumpulkan untuk dipasteurisasikan pada suhu 70°C selama 1 menit kemudian didinginkan pada suhu kamar 37°C.
3.    Setelah krim dingin, krim dibagi atau di tempatkan dalam beker glas masing-masing sebanyak 300 ml dan di kelompokan dalam 3 bagian (M1, M2, M3) dan masing-masing bagian terdapat 3 ulangan
4.    Masing-masing kelompok diberi starter yoghurt komersil sebanyak 20cc untuk M1, 40cc untuk M2, dan 60cc untuk M3.
5.    Memasukan starter yoghurt komersil, kemudian diaduk rata dan di diamkan selama 6 jam sampai terjadi asam, dengan pH masing-masing 4-5 kemudian dikocok selama ± 2 jam dan dilakukan penyaringan untuk mendapatkan gumpalan.
6.    Gumpalan yang diperoleh ditimbang kemudian di tambahkan garam sebanyak 0%, sebagai kontrol 1,5%, dan 2% dari berat gumpalan dan diaduk sampai rata kemudian dilakukan pengepresan untuk memperoleh mentega yang lebih kompak.
7.    Gumpalan mentega dibungkus dengan menggunakan karkas parafin kemudian diperam. Setelah itu baru dilakukan pengamatan nilai organoleptik mengenai tekstur, bau, warna, rasa, dan tingkat kesukaan.

Analisis data
Data yang di peroleh dari hasil penellitian dianalisa dengan keragaman menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 3X3. Apabila terdapat perbedaan dilakukan dengan uji jarak ganda Duncan, S (Stell dan Torrie, 1991).
Rancangan Percobaan
            Dalam hasil penellitian dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 3X3 dan masing-masing perlakuan mendapatkan 3 kali ulangan.
Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut :

            Yij = respon dari yoghurt starter terhadap kadar lemak dan nilai organoleptik   mentega
            µα = nilai tengah umum
            Пi = pengaruh tingkat yoghurt starter
            Æ©ij = pengaruh sisa (galat percobaan) pada penambahan garam dan yoghurt starter ke-i pada tiga kali pengulangan ke-j.
            Adapun lay out percobaan dapat disajikan pada table berikut :
Tabel 2 lay out rancangan percobaan
Suhu pemeraman oc (B)
Penambahan yoghurt starter komersial (A)
Jumlah
M1 0 cc (A1)
M2 20cc (A2)
M3 400cc(A3)

30oC (P1)
1.1.1
1.2.1
1.3.1

1.1.2
1.2.2
1.3.2

1.1.3
1.2.3
1.3.3

Jumlah




Rata-rata





35oC (P2)
2.1.1
2.2.1
2.3.1

2.1.2
2.2.2
2.3.2

2.1.3
2.2.3
2.3.3

Jumlah




Rata-rata





40oC (P3)
3.1.1
3.2.1
3.3.1

3.1.2
3.2.2
3.3.2

3.1.3
3.2.3
3.3.3

Jumlah




Rata-rata




Total




Rata-rata




Keterangan :
M1 0cc = starter yoghurt sebanyak 0cc atau kontrol.
M2 20cc = starter yoghurt sebanyak 20cc
M3 40cc = starter yoghurt sebanyak 40cc

P1= suhu pemeraman 30oC
P2=suhu pemeraman 35oC
P3=suhu pemeraman 40oC

JADWAL PENELITIAN
Rencana kegiatan
Bulan

1
2
3
4
5
1.    Penyusunan proposal




















2.    Seminar proposal




















3.    Persiapan alat & bahan




















4.    Pelaksanaan penelitian




















5.    Tabulasi dan analisis data




















6.    Penyusunan skiripsi




















7.    Konsultasi pembimbing




















8.    Seminar hasil penelitian




















9.    Penyempurnaan skripsi




















10. Ujian skiripsi




























DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004. Memetik Manfaat Susu. http.www.cakrawala.com
Anonim, 2005. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta.
Hadiwiyoto, Soewedo. 1982. Teknik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty: Yogyakarta.
Lampert, L.M. 1975. Modern dairy Product. Third Edition. Chemical Publishing Company, inc,           New York, P 322, 327.
Kisworo, DJ. 2003. Tekhnologi Pengolahan Susu. Fakultas Peternakan Universitas Mataram.  Mataram
Kosikowski., F., 1982. Cheese and Fermented Milk Food. 2nd Edition. F. V. Kosikowski and Associates. New York.
Soewarno, T. Soekarto. 1981. Penilaian Organoleptik, Pusat Pengembangan Teknologi Pangan (Pusbangtepa), IPB. Bogor.
Winarni, F.G. 1984. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia. Jakarta.